Home » , » Ancaman Tersembunyi dari Makanan Kaleng "Halalkah?" (LPPOM MUI)

Ancaman Tersembunyi dari Makanan Kaleng "Halalkah?" (LPPOM MUI)

Ancaman Tersembunyi dari Makanan Kaleng - Perang Dunia II berjasa besar melahirkan tradisi makanan kaleng. Sulit membayangkan tentara harus mencari bahan makanan, meracik dan memasaknya disaat perang berkecamuk. Perang jelas membutuhkan segala yang instan dan praktis. Dan makanan kaleng memenuhi kebutuhan mendesak tersebut. Sehingga, makanan kaleng semakin laris meski di medan yang jauh dari asap mesiu. Belakangan, makanan kaleng menjadi pengatrol gengsi tatkala dikemas dalam keranjang parsel lebaran.


Manfaat dan Mudarat
Bukan hanya produk daging, kini buah-buahan, sayur-mayur hingga makanan olahan seperti sosis dan kornet berhasil dikalengkan. Konsumen kian dimanjakan karena makanan kaleng dilengkapi bumbu lezat. Setelah dipanaskan, kita langsung bisa bersantap.

Makanan kaleng punya daya tahan yang lama karena mengalami proses sterilisasi setelah bahan makanan diberikan suhu panas tekanan tinggi. Sehingga, musnahlah bakteri dan jamur yang menyebabkan makanan busuk. Selama kemasan kaleng ditutup rapat, makanan kalengan bisa bertahan  hingga dua tahun.

Tiada yang sempurna dari proyek instan. Makanan kaleng mengandung kelemahan dimana proses sterilisasi yang sangat panas membuat perubahan warna dan tekstur makanan. Isi dari makanan kaleng jelas tidak segar, sering pula bukan dari bahan pilihan. Vitamin dan mineral makanan kaleng jauh berkurang. Meski rasanya enak dengan bumbu penyedap, tapigi gizinya anjlok akibat pemanasan suhu tinggi.

Agar lebih awet dalam waktu lama, bahan-bahan pengawet semisal sodium benzoate ikut meramaikan komposisi makanan kaleng. Lagi-lagi demi keawetannya, ada kecenderungan makanan kaleng lebih berminyak. Suatu hal yang tidak ramah bagi kolesterol tubuh.

Ancaman Bakteri
Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan tumbuhnya bakteri clostridium botulinum, suatu jenis bakteri tahan panas yang mampu hidup dalam kondisi tidak ada oksigen. Bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama jenis-jenis makanan yang berbahan baku daging, ikan dan sayur yang nilai keasamannya relatif rendah.

Bakteri clostridium menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyerang saraf. Beberapa gejala yang timbul antara lain mulut mulut kering, penglihatan kabur, tenggorokan kaku, kejang-kejang dan dapat mengakibatkan penderita meninggal karena sukar bernapas.

Nur Wakhid sari LPPOM MUI menerangkan , " Bakteri ini muncul karena pemanasan saat proses sterilisasi tidak sempurna. Keberadaan bakteri terlihat dengan kembungnya kaleng. Bakteri akan musnah dengan sterilisasi panas 121 derajat celcius selama 15 menit sampai 45 menit."

Bila hanya sesekali menyantap makanan kaleng, sejumlah zat yang tidak ramah di tubuh masih bisa dinetralisasi. Namun bila berkelanjutan, tubuh kita akan kekurangan asupan penting yang hanya diperoleh dari menu segar. Penggunaan bahan mentah atau raw material jelas manfaatnya lebih besar. Lagi pula masyarakat Barat yang lebih dahulu menciptakan makanan kalengan kini ramai-ramai kembali ke bahan-bahan segar.

Halalkah?
Soal kehalalan makanan kaleng terkadang bisa lebih rumit. Ada kalanya makanan kaleng berasal dari bahan halal tapi kandungan isinya ada yang diharamkan. Kejadiannya seperti kacang merah yang halal, tetapi sausnya mengandung pasta babi atau menggunakan gelatin dari tulang babi. Soal keharaman juga diragukan saat produsen mengolah daging sapi yang halal dan daging babi di pabrik pengolahan yang sama. Proses pengalengan memang terpisah, namun potensi terkontaminasi zat haram selalu ada saat pengolahan.

Nur Wakhid dari LPPOM MUI menjelaskan, " Kaleng hanya kemasan, sedangkan isi tergantung hal yang dimasukan. Jika isinya daging, sumber dagingnya dikritisi. Jika produknya olahan daging, sumber lemaknya diperhatikan halal atau haram. Di luar negeri bisa terjadi kontaminasi makanan halal atau haram dalam satu proses. Cara ini dilarang di Indonesia. Kasus di luar negeri, kacang merah memakai media berupa cairan pengental gelatin. Gelatinnya bisa berasal dari hewan yang diharamkan. Kalau di Indonesia biasanya dipakai saus tomat atau cabai. "

Terkait hal ini, logo halal wajib diamati konsumen. Disamping memuaskan kebutuhan perut, tentu akan lebih melegakan jiwa bila kita yakin kehalalannya.
Makanan Kaleng

2 comments: